SEKILAS TENTANG HABIBIE CENTER
Sejarah
Kesuksesan pembangunan nasional berubah menjadi bencana ketika Indonesia dilanda berbagai rentetan krisis sosial, ekonomi dan politik. Kegagalan pemerintahan Orde Baru dalam mengatasi krisis-krisis tersebut membangunkan bangsa untuk menyerukan demokrasi dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Dipimpin oleh mahasiswa, rakyat mulai turun ke jalan-jalan dan menyerukan “Reformasi” atau perubahan. Pergerakan ini membuahkan hasil dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dan ditunjuknya Wakil Presiden Prof. Dr. Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai Presiden RI ketiga.

Melalui proses yang sistematik, menyeluruh, dan menyatu, beliau mengembangkan sebuah konsep, yang lebih jelasnya sebuah pengejewantahan dari proaktif dan prediksi preventive atas interpretasi dari demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam berbagai agenda politik, seperti:
- Kebebasan berkumpul
- Pemilihan yang bebas dan jujur
- Kebebasan berbicara
- Kebebasan media
- Kebebasan berkumpul, khususnya dalam hal ketenagakerjaan dan partai politik
- Pengakuan perbedaan pendapat
- Usaha-usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik dan bersih
- Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai institusi lainnya yang dibentuk atas prinsip demokrasi
- Pembebasan tahanan-tahanan politik
- Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata
Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI, Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap proses pembuatan keputusan. Peran penting Habibie dalam percepatan proses demokrasi di Indonesia dikenal baik oleh masyarakat nasional ataupun internasional sehingga beliau dianggap sebagai “Bapak Demokrasi”. Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata. Ketika MPR, institusi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie, beliau secara berani mengundurkan diri dari pemilihan Presiden yang baru. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR atas pidatonya tidak mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan, dan keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa sekali pidatonya ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut dalam pemilihan. Keputusan ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti sebuah demokrasi.
Sebagai seorang mantan Presiden yang mengerti bahwa demokrasi adalah sebuah konsep yang harus terus dikembangkan demi menuju Indonesia modern, Habibie menyadari adanya suatu kebutuhan untuk mendirikan sebuah institusi yang berdedikasi untuk mempromosikan dan mengembangkan konsep demokrasi di Indonesia. Realisasinya adalah dengan didirikannya The Habibie Center pada tanggal 10 November 1999 di Jakarta, Indonesia.
Visi
The Habibie Center didirikan oleh Bacharuddin Jusuf Habibie dan keluarga sebagai organisasi independen, non pemerintah dan non profit. Dengan visi untuk memajukan usaha modernisasi dan demokratisasi di Indonesia yang didasarkan pada moralitas dan integritas budaya dan nilai-nilai agama.
Misi
Menciptakan masyarakat demokratis secara kultural dan struktural yang mengakui, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta mengkaji dan mengangkat isu-isu perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia.
Memajukan dan meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia dan usaha sosialisasi teknologi.
Misi ini dijadikan sebagai dasar program pengembangan strategis dalam agenda The Habibie Center yang meliputi demokratisasi dan hak asasi manusia, sumber daya manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, media dan informasi, sumber daya kelautan, sosialisasi dan penyebaran teknologi, serta pembentukan jaringan dan kerjasama.