By Zahra
SOLARENERGI.ID – Dubai Holding, perusahaan investasi milik penguasa Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, menyatakan telah bermitra dengan lima perusahaan untuk mengembangkan fasilitas energi dari limbah senilai 4 miliar dirham atau setara dengan $1,1 miliar (Rp 15,901 triliun).
Konsorsium tersebut terdiri dari Dubai Holding, Hitachi Zosen Inova yang berkantor pusat di Swiss, ITOCHU Corporation Jepang, BESIX Group Belgia, dan perusahaan konstruksi lokal Tech Group.
Proyek ini memiliki masa konsesi 35 tahun dengan kota Dubai. “Fasilitas ini akan mengolah 5.666 ton limbah padat kota yang dihasilkan oleh masyarakat Dubai per hari,” ujar sumber dari Dubai Holding.
Fasilitas pengolah limbah ini akan menghasilkan energi dengan memproses 1,9 juta ton limbah per tahun.
Perjanjian pinjaman pembiayaan proyek senilai $900 juta telah diselesaikan dengan Japan Bank for International Cooperation dan lembaga keuangan termasuk Standard Chartered Bank dan Sumitomo Mitsui Banking Corp.
Negara Teluk Persia memiliki beberapa pilihan untuk menghentikan tumpukan raksasa sampah plastik, kertas, dan organik di pinggiran kota-kota gurunnya agar tidak menumpuk lebih tinggi lagi. Sudah ada fasilitas untuk memilah sampah dan beberapa lagi mampu mendaur ulang bahan konstruksi, ban, dan elektronik. Namun, sangat sedikit yang dapat mengubah sampah rumah tangga menjadi produk baru yang bermanfaat, apalagi menjadi energi listrik.
Alasannya memang bisa klasik. Pabrik daur ulang sampah membutuhkan banyak investasi. Ironisnya, pabrik tersebut tidak memiliki manfaat untuk menghasilkan energi. Harus ada konstruksi khusus agar pabrik bisa mengolah limbah menjadi energi listrik.
Saat ini Uni Emerate Arab sedang menghadapi masalah sampah. Pengiriman sampah ke negara lain menjadi lebih sulit.
Negara yang dulu mengimpor sampah dari UEA, termasuk China, tidak mau lagi. Negara lainnya, seperti Turki, menghadapi tekanan dari para pemerhati lingkungan agar berhenti mengimpor sampah.
Energi dari sampah
Empat pabrik pengolah limbah menjadi energi sedang dalam tahap rencana dan beberapa sedang dibangun di UEA. Bahkan, pabrik di Sharjah mungkin bisa beroperasi pada 2021 ini.
“Larangan impor sampah baru-baru ini di Cina telah benar-benar mengubah ekonomi,” kata John Ord, direktur bisnis Inggris di perusahaan teknik Stantec Inc. “Tiba-tiba, kita memiliki banyak sampah yang perlu ditangani.”
Keputusan UEA untuk membakar sebagian besar limbahnya dianggap tidak bijak. Memang saat ini sekitar 11% sampah dunia dibakar.
Sementara, pemerintah mengaku terpaksa harus membakar sampah karena untuk mencegah penumpukan di tempat pembuangan sampah. Yang tak setuju dengan langkah ini mengatakan pembakaran sampah melepaskan efek gas rumah kaca yang memerangkap panas ke atmosfer.
Bagi Sharjah, membuka pabrik berarti dapat menyumbat tempat pembuangannya. Bee’ah, perusahaan yang mengelola limbah Sharjah, mengatakan akan menciptakan ruang hijau dan memasang fasilitas tenaga surya 120 megawatt di atasnya, serta menghasilkan hidrogen dari sampah untuk bahan bakar truk sampahnya.
Chief Executive Officer Bee’ah Khaled Al Huraimel mengatakan ingin membangun lebih banyak fasilitas pengolah limbah menjadi energi di wilayah tersebut, termasuk di negara tetangga Arab Saudi. “Mereka mulai dari awal, tapi kami juga mulai dari awal,” katanya.
Proyek Limbah Menjadi Energi
Empat pabrik pengolah limbah menjadi energi sedang dalam tahap rencana dan beberapa sedang dibangun di UEA. Bahkan, pabrik di Sharjah mungkin bisa beroperasi pada 2021 ini.
Pabrik akan dapat memproses sekitar 60% limbah yang saat ini dihasilkan oleh UEA.
Location | Waste Processing (tons per year) | Power Capacity (megawatts) |
Warsan | 1.900.000 | 200 |
Al Dhafra Landfill | 900.000 | 90 |
Al Ain | 600.000 | 60 |
Al Sa’jah | 300.000 | 30 |
Source: Bloomberg
Note: Al Dhafra waste processing capacity between 600.000–900.000 tons and up to 90MW of power capacity