By Suryo SOLARENERGI.ID Baterai telah ada sejak tahun 1800-an yang berfungsi mengubah energi kimia yang tersimpan menjadi energi listrik. Dengan kemajuan teknologi industry baterai tumbuh pesat dengan rekor yang dicapai mampu menyimpan energi skala jaringan dengan kapasitas hingga ratusan Mega Watt hours (MWh).
Semenjak tiga dekade terakhir ini harga baterai terus mengalami mengalami penurunan, peningkatan kapasitas dan memiliki siklus hidup yang lebih besar, hal ini menjadi prestasi yang luar biasa mengingat sudah berkembang memasuki era baru yang mendorong pemanfaatkan energi terbarukan .
Sistem penyimpanan energi baterai terbesar di dunia sejauh ini adalah Moss Landing Energy Storage Facility di California, AS, di mana baterai lithium-ion 300 megawatt pertama – terdiri dari 4.500 rak baterai bertumpuk – mulai beroperasi pada Januari 2021, seperti yang dilansir dari laman weforum.org.
Meski telah mengalami pertumbuhan yang sangat besar pada industri baterai karena baterai mampu menjawab tantangan dunia dalam mempercepat terwujudnya net zero emission, namun R&D terus ditingkatkan tidak hanya industri baterai.
Namun peneliti dari university agar terus mengalami perbaikan seperti baterai yang memiliki kapasitas yang lebih besar lagi, potensi daya tinggi, masa pakai lebih lama, berkelanjutan, aman, dan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen masa kini yang teliti, mudah didaur ulang, bahkan dapat digunakan kembali sebagai baterai baru. Faktanya, baterai daur ulang sudah tersedia bagi konsumen yang ingin mengurangi dampak lingkungan mereka.
Dari sekian jenis baterai yang paling populer digunakan adalah Lithium-ion (Li-ion) bahkan menjadi pilihan utama dalam sistem cadangan daya pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) on-grid, namum seiring dengan kebutuhan pelanggan yang sangat besar, peneliti baterai Lithium ferro fosfat (LiFePO4) tidak kalah hebat untuk dimanfaatkan sebagai solusi penyimpan energi pada solar photo voltaic off grid.
Lithium iron phosphate menggunakan kimia yang mirip dengan lithium-ion, dengan besi sebagai bahan katoda, dan LiFePO4 memiliki sejumlah keunggulan berupa siklus hidup lebih lama sehingga akan memberikan penghematan kepada konsumen, karena penggantian baterai yang ekonomis adalah yang jarang diganti namun tidak mengurangi performance dari baterai itu sendiri.
Meskipun biaya investasi lebih tinggi dari Li-ion dan pada saat mengganti baterai akan membutuhkan waktu lebih lama tetapi sudah mulai banyak pemanfaatan jenis LiFePO4 pada sistem jaringan yang bersumber daritenaga surya dan angin.
Mengutip berita yang dilansir dari lama solarbuildermag.com, bahwa panel surya dan sistem manajemen energi saat ini memiliki siklus hidup hingga lebih dari 15 tahun dan baterai tetap efisien sehingga baterai yang memiliki siklus hidup yang lebih besar akan lebih cocok dengan umur sistem tenaga surya secara keseluruhan. Baterai lithium iron phosphate (LiFePO4) dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama tanpa mengalami penurunan kualitas.
Umur baterai lithium besi fosfat yang lebih lama karena memiliki siklus hidup dua hingga empat kali lebih lama dari lithium-ion, sehingga secara alami membuatnya lebih baik untuk bumi.
Mengingat untuk memproduksi baterai baru membutuhkan energi dan sumber daya, jadi semakin lama baterai bertahan, semakin rendah jejak karbon secara keseluruhan. Rendahnya jejak karbon pada baterai lithium besi fosfat dikarenakan mengandung garam fosfat, bukan oksida logam, sehingga memiliki risiko kontaminasi lingkungan yang jauh lebih rendah.
Ternyata selain alasan memliliki memiliki siklus hidup hingga lebih dari 15 tahun dan rendahnya jejak karbon karena mengandung garam fosfat, baterai lithium iron phosphate juga merupakan pilihan yang lebih ekonomis, sehingga perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis baterai yang akan digunakan pada jaringan listrik yang bersumber dari energi matahari.