By Citra, SOLARENERGI.ID – Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai 23 persen energi baru dan terbarukan (EBT) pada bauran energi di tahun 2025, meski bauran energi dari EBT pada 2021 sekitar 11,7 persen.
Upaya untuk mencapai bauran target tersebut terus dilakukan termasuk kerjasama antara pemerintah dan stakeholder sektor energi yang diharapkan dapat menjadi penentu dalam percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Diantara program percepatan tersebut terdapat rencana pembangunan 10,6 GW pembangkit listrik tenaga (PLT) EBT, termasuk penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Energi Baru dan Terbarukan, dan pemanfaatan biofuel hingga 11,6 juta kiloliter, seperti yang dikutip dari laman esdm.go.id.
Mewakili Menteri ESDM, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial partisipasi aktif seluruh pihak memudahkan pemerintah dalam mengatasi berbagai tantangan dan dinamika dalam pengembangan energy baru dan terbarukan.
Untuk mengatasi berbagai tantangan dan dinamika dalam pengembangan EBT diperlukan sinergi dan kolaborasi semua pihak sesuai peran masing-masing, pada webinar Science20-Energy Transition yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia, Kamis (17/2).
Pemerintah dan legislatif, imbuh Ego, tengah bersinergi dalam penguatan regulasi, sementara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta harus mempersiapkan kondisi pasar dan industri pengembangan regulasi.
Selain itu lebaga penelitian dan pengembangan termasuk akademisi harus mendukung tersedianya alternatif opsi teknologi baru yang dapat diimplementasikan.
Kami harap masyarakat turut juga berpatisipasi aktif dalam memberikan masukan pada penyusunan kebijakan dan dukungan pelekasanaan pengembangan EBT di lapangan, tambahnya.
Beberapa tantangan dalam mengimplementasikan pemanfaatan energi bersih, seperti yang disampaikan oleh Ego pada saat webinar meliputi :
Pertama, keekonomian dan teknologi dapat mendukung keandalan sistem tenaga listrik dan terciptanya harga yang kompetitif.
Kedua, kesiapan industri dalam negeri melalui pemanfaatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Ketiga, keseimbangan supply dan pertumbuhan demand dengan harga terjangkau.
Keempat, kemudahan perizinan dan penyiapan lahan serta debottlenecking dalam pelaksanaan proyek pengembangan dan pemanfaatan energi hijau untuk mendukung terwaujudnya net zero emission.
Di samping itu, terdapat pula berbagai pengembangan EBT, diantaranya dana EBT, sharing jaringan melalui sistem power wheeling, harga dan insentif EBT hingga harmonisasi perizinan.
Ego mengungkapkan arah kebijakan energi nasional saat ini adalah melaksanakan transisi energi, yaitu dari energi fosil menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan, terutama melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan.
Sehingga perlu usaha yang lebih intensif lagi agar target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025 dapat dicapai.
Diakhir webinar Ego menegaskan kembali pentingnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi serta kegiatan riset sebagai dukungan utama pengembangan Energi Baru dan Terbarukan .
Dalam siklus proyek energi terbarukan, pelaksanaan litbang yang baik akan secara terus menerus menghasilkan teknologi baru yang lebih efisien dan kompetitif, sehingga dapat menurunkan biaya Levelized Cost of Electricity (LCOE) pembangkit, dan meningkatkan nilai tambah pada produk industri dari energi bersih.