By Suryo, SOLARENERGI.ID – Energi surya telah mulai tumbuh dengan teknologi yang mengalami kemajuan yang cukup significant sehingga mampu mengurangi biaya produksi dalam kapasitas yang sama bila dibandingkan pada awal tahun 2000 an.
“Meski hingga kini energi surya masih menjadi komponen yang sangat kecil dalam bauran energi total nasional, mengutip data PLN sekitar 81 MW atau 0,1 % dari install capacity sekitar 64.234 MW pada tahun 2021.”
Namun potensi energi surya mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk tumbuh apalagi dunia menghendaki sumber energi berasal dari energi bersih dan bebas emisi.
Meskipun biaya telah berkurang secara substansial selama 50 tahun terakhir untuk memproduksi energi listrik dalam jumlah yang sama (misal sebesar 1000 MWh) dibandingkan dengan energi listrik tersebut diproduksi dari sumber lain seperti minyak atau batubara maka energi yang diproduksi dari energi matahari masih tergolong mahal.
Apalagi energi yang dihasilkan tersebut harus disimpan dalam penyimpan energi agar dapat dimanfaatkan secara kontinyu (kualitas terjaga) tanpa putus guna memberikan pasokan listrik kepada pelanggan sebagaimana energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik yang energinya bersumber dari minyak atau batubara.
Namun upaya untuk memperbaiki kekurangannya terus dilakukan oleh para ahli melalui berbagai penelitian, baik perbaikan disisi baterai, inverter, panel surya maupun management energi system. Agar yang dihasilkan merupakan solusi yang tepat baik secara kualitas dan daya dalam penyediaan energi listrik, misalnya energi yang harus disediakan setiap harinya sebesar 1000 MWh untuk dapat mencukupi kebutuhan energi listrik pelanggan setiap hari maksimal 900 MWh. Maka seperangkat panel surya yang tersedia harus mampu menghasilkan energi listrik untuk disimpan kedalam baterai (sistem penyimpan energi listrik) selama waktu energi matahari ditangkap oleh panel surya tersebut (contoh di Indonesia bagian barat antara pukul 06.30 s.d 17.30).
Ada banyak tenaga surya yang menunggu untuk dimanfaatkan jika terobosan seperti itu bisa dilakukan tentunya seluruh biaya investasi yang ditimbulkan dihitung agar dapat diperbandingkan energi listrik yang dihasilkan tanpa ada ketergantungan energi yang lain, sehingga kebutuhan energi listriknya sepenuhnya, seperti contoh diatas maksimal 900 MWh setiap harinya dapat dipenuhi dari proses konversi radiasi pancaran sinar matahari melallui seperangkat panel surya dengan tambahan baterai.
Meski yang menjadi “faktor penentu ketersediaan energi listrik yang bersumber dari radiasi pancaran sinar matahari tersebut merupakan fungsi dari radiasi matahari, suhu sambungan sel, jam paparan sinar matahari, efisiensi konversi sel, dan titik daya maksimumnya.”
Namun jenis baterai yang digunakan termasuk kapasitas baterai yang harus tersedia dan energi management system maupun smart solar photo voltaic dan jenis inverter yang akan diterapkan tidak luput dari penelitian oleh para ahli agar bisa mendapatkan harga yang kompetitif dengan kualitas premium sehingga ketika diterapkan oleh para pengguna menjadi solusi yang selama ini dianggap masih mahal. Hal ini tidak menyurutkan niatnya dalam mengimplementasikan teknologi panel surya untuk memanen radiasi pancaran sinar matahari menjadi energi listrik meski harga nya masih dianggap mahal dengan menggunakan teknologi yang terbaik diwaktu itu maupun sekarang, agar kesempatan untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida tidak disia-siakan, mengingat waktu terus berjalan dan pengurangan emisi gas karbon dioksida harus dilakukan.
Mengutip laman sciencedirect.com bahawa rata-rata jumlah energi matahari yang diterima di perbatasan atmosfer bumi adalah sekitar 342 Watt/m2, di mana sekitar 30% dipantulkan kembali ke angkasa sehingga menyisakan sekitar 70 % atau sekitar 239 Watt/m2 tersedia untuk dipanen dan ditangkap oleh seperangkat panel surya. Sejauh ini energi matahari merupakan sumber energi terbesar yang tersedia di permukaan bumi sehingga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan menjadi energi listrik, meskipun potensi ini tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan.
Matahari merupakan sumber energi intermiten karena sepenuhnya sangat tergantung pada rotasi bumi (radiasai pancaran sinar matahari hanya mengenai permukaan bumi selama periode siang hari) dan rotasinya mengelilingi matahari, memberikan energi matahari musiman (akan maksimal ketika musim kemarau dan mengalami penurunan ketika musim hujan). Dengan demikian energi matahari menjadi solusi dalam mewujudkan net zero emission pada tahun 2060.