Solar PV

Menyiapkan Pasokan Listrik Daerah Terisolir Melalui Pemanfaatan Energi Ramah Lingkungan

79
×

Menyiapkan Pasokan Listrik Daerah Terisolir Melalui Pemanfaatan Energi Ramah Lingkungan

Sebarkan artikel ini
Konsep energi bersih daerah terisolir

By Suryo, SOLARENERGI.ID – Energi surya merupakan energi yang diperoleh dari radiasi pancaran sinar matahari sehingga bisa dikatakan ketersediaanya terus menerus ada selama waktu matahari terbit hingga matahari terbenam yang dirasakan oleh permukaan bumi.

Radiasi pancaran sinar matahari tersebut mempunyai potensi menghasilkan energi listrik tahunan yang disebut sebagai energi surya , potensi energi  listrik tersebut dapat diperoleh dari proses thermal melalui prinsip photovoltaik mulai dari skala kecil hingga skala yang sangat besar dan energi listriknya dapat dimanfaatkan langsung untuk banyak keperluan termasuk dialirkan kedalam system operasi tenaga listrik yang biasa disebut on-grid system. Meski teknologi fotovoltaik masih memiliki kendala terutama persepsi sebagian besar orang mengatakan bahwa sebagai sumber energi dengan pengembalian investasi yang relative  diatas  5 tahun dan masalah kontinyuitas pasokan (rialibitity).

Kendala diatas dengan alasan karena hanya akan menghasilkan listrik apabila radiasi pancaran sinar matahari tersebut terasa di permukaan bumi, namun ketika radiasi pancaran sinar tersebut tidak terasakan seperti waktu  gelap/malam hari  maka tidak akan menghasilkan energi listrik tetapi ketika udara ketutup awan mendung, cuaca sedang hujan saat matahari terbit dan jelang matahari terbenam energi listrik yang dihasilkan menurun (minimal).

Faktor penentu untuk investasi dalam proyek pembangkit listrik fotovoltaik  atau biasa disebut pembangkit listrik tenag surya (PLTS) adalah memiliki perkiraan paling realistis listrik yang dihasilkan oleh solar photo voltaic dari energi surya yang tersedia disuatu kawasan atau kota.”

Dalam melakukan perkiraan seberapa besar energi listrik yang realistis dapat dihasilkan oleh PLTS tentunya “perlu menghitung secara teoritis potensi radiasi sinar matahari yang terpancar per meter persegi (kW/m2) untuk suatu lokasi atau kawasan atau kota,”  karena setiap kota dimungkinkan memiliki index radiasi dan lama waktu merasakan pancaran radiasi sinar matahari yang tidak sama.

Ini penting untuk dimengerti oleh setiap pengambil keputusan agar dapat melakukan perkiraan maksimal energi listrik dari PLTS yang dapat dihasilkan dan dimanfaatkan sehingga bisa memperkiraan berapa lama waktu perkiraan pengambalian investasi.

Selain itu “perlu juga mengetahui data iklim untuk memperoleh jumlah lama waktu dalam satuan jam radiasi pancaran sinar matahari selama satu tahun dari akumulasi bulanan ataupun harian, termasuk karakteristik sel intrinsik dan suhu rata-rata dilokasi,” yang akan ditempatkan photo voltaic (panel surya). Biasanya menggunakan data dari photovoltaic geographical information system (PVGIS) atau data dari satelit NASA yang sudah tersedia dalam aplikasi .

Oleh karena itu, langkah awal  yang disebutkan di atas memperkirakan potensi energi radiasi pancaran sinar matahari untuk lokasi tertentu, namun dengan langkah  tersebut belum memperkirakan energi listrik yang dapat dihasilkan  secara nyata dari panel surya, karena masih terdapat satu hal yang “perlu diperhatikan yaitu jenis panel surya (mono kristaline atau poly kristaline) yang menentukan kemampuan mengkonversi radiasi pancaran sinar matahari menjadi energi listrik”. 

Dalam praktiknya, perbedaan antara energi potensial hasil radiasi pancaran sinar matahari dengan daya listrik yang dihasilkan oleh panel surya cukup signifikan, karena panel surya hanya menghasilkan puncak daya maksimumnya, dalam kondisi 1.000 W/m2 pada suhu sel 25°C atau yang dikenal sebagai kondisi uji standar (standard test condition/ STC).” 

Sehingga belum tentu sepanjang waktu radiasi pancaran sinar matahari sejak matahari terbit hingga matahari terbenam ketika ditangkap oleh panel surya sesuai dengan kondisi uji standar, misalnya ketika berada di waktu Indonesia barat radiasi pancaran sinar matahari mulai pukul 06.30  – 17.30 atau 11 jam maka akumulasi energi potensial yang dikonversi oleh panel surya sangat tergantung dari kekuatan radiasi tersebut sehingga dalam waktu 11 jam mungkin sekitar 4 – 6 jam saja yang energi potensialnya diatas rata-rata (mendekati maksimal). 

Dari penjelasan diatas tentunya yang menjadi faktor penentu bahwa “energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya merupakan  fungsi dari radiasi matahari; suhu sambungan sel ; jam paparan sinar matahari, efisiensi konversi sel; dan titik daya maksimumnya. 

Dalam merencanakan sistem panel surya dan setelah mendapatkan data terkait faktor yang menentukan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya maka agar energi listrik yang dihasilkan tersebut dapat memberikan nilai manfaat yang lebih besar tidak hanya sekedar dimanfaatkan ketika menghasilkan listrik dan ketika tidak ada radiasi pancaran senar matahari, kebutuhan listrik tidak bisa dipenuhi. 

Untuk itulah maka perlu menghitung seberapa besar kapasitas baterai yang harus terpasang apabila energi listrik tersebut digunakan untuk mengalirkan energi litrik selama 24 jam dan secara terus menerus sepanjang hari . Artinya mempunyai kualitas setara dengan energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik dari bahan bakar fosil dan mampu beroperasi secara isolated atau parallel dengan pembangkit listrik dari biofuel, micro hidro dalam skala kecil (dibawah 1.500 kW) agar tujuan membangun green energy dengan nol karbon dapat terwujud. 

Sebagaimana dalam perencanaan sistem tenaga tentunya prediksi kebutuhan listrik harian mingguan bulanan dan tahunan telah diperoleh datanya baik kebutuhan rata-rata saat beban dasar (pukul 00.00 s,d 18.00)  dan rata-rata saat beban puncak ( pukul 18,00 s,d 24.00).Maka kapasitas dan ketersediaan baterai sebagai penyimpan energi listrik harus mampu memenuhi kebutuhan energi dengan telah mempertimbangkan dept of discharge (DoD) agar life cycle baterai tetap terjaga. 

Energi listrik yang akan dialirkan baterai dari pukul 17.00 s.d 07.00 (ditambah dengan pembangkit dari biofuel dan micro hidro) bila ada  harus mampu memenuhi konsumsi energi listrik oleh pelanggan. Untuk itu diperlukan energy management system untuk bisa memantau dan mengendalikan konsumsi listrik sekaligus mengatur berapa daya listrik dari baterai yang harus dipikul agar mencukupi hingga baterai mendapatkan pengisian energi listrik dari panel surya dan batas minimal energi yang tersimpan dalam baterai tidak terlampaui, termasuk mengatur berapa porsi mikro hidro dan biofuel yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pelanggan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *