Hidrogen hijau yang mendorong peminat baru ke pasar untuk mendiversifikasi arah pasokan sehingga dapat mengalihkan kebutuhan sumber energi dari yang sedikit ke kebutuhan hidrogen yang banyak.
Diharapkan dengan adanya kerja sama internasional, pasar hidrogen bisa lebih bisa diterima pasar karena menawarkan peluang bagi negara maju dan berkembang untuk mendorong sebagian kebutuhan energinya dipenuhi dari hidrogen.
“IRENA memperkirakan bahwa lebih dari 30 persen hidrogen dapat diperdagangkan lintas batas negara pada tahun 2050”.
Perdagangan hidrogen lintas batas negara akan tumbuh pesat dengan lebih dari 30 negara dan wilayah yang sudah aktif merencanakan perdagangan.
Beberapa negara yang diharapkan menjadi importir sudah menerapkan diplomasi hidrogen khusus seperti Jepang dan Jerman karena telah siap lebih awal secara teknologi. Eksportir bahan bakar fosil semakin menganggap hidrogen bersih sebagai cara yang menarik untuk mendiversifikasi ekonomi mereka, misalnya Australia, Oman, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Namun, strategi transisi ekonomi yang lebih luas diperlukan karena hidrogen tidak akan mengkompensasi kerugian pendapatan minyak dan gas, sementara potensi teknis untuk produksi hidrogen secara signifikan melebihi perkiraan permintaan global. Negara-negara yang paling mampu menghasilkan listrik terbarukan yang murah akan ditempatkan paling tinggi untuk menghasilkan hidrogen hijau yang kompetitif.
Sementara negara-negara seperti Chili, Maroko, dan Namibia saat ini pengimpor energi bersih dan kedepan akan muncul sebagai pengekspor hidrogen hijau. Menyadari potensi kawasan seperti Afrika, Amerika, Timur Tengah, dan Oseania dapat membatasi risiko konsentrasi ekspor, tetapi banyak negara akan membutuhkan transfer teknologi, infrastruktur, dan investasi dalam skala besar guna bisa memanfaatkan hidrogen sebagai sumber energi.